Riwayat Singkat Mbah Arwani
KH. Arwani adalah putra kedua dari 12 bersaudara. Saudara-saudara beliau secara berurutan adalah Muzainah, Arwani, Farkhan, Sholikhah, Abdul Muqsith, Khafidz, Ahmad Da’in, Ahmad Malikh, I’anah, Ni’mah, Muflikhah dan Ulya. Dari sekian saudara Mbah Arwani, yang dikenal sama-sama menekuni al-Qur’an adalah Farkhan dan Ahmad Da’in “Sang Jenius”. Ahmad Da’in dikenal jenius karena sudah hafal al-Qur’an terlebih dahulu daripada Mbah Arwani, yakni pada usia 9 tahun. Beliau bahkan hafal hadits Bukhori Muslim dan menguasai Bahasa Arab dan Inggris. Kecerdasan dan kejeniusan Ahmad Da’in inilah yang memacu Mbah Arwani dan adiknya Farkhan, lebih tekun belajar.
Konon, menurut Mbah Sya’roni, kelebihan Mbah Arwani dan saudara-saudaranya adalah berkat orang tuanya yang senang membaca al-Qur’an. Di mana orang tuanya selalu menghatamkan al-Qur’an meski tidak hafal. Selain barokah dari orang tuanya yang cinta kepada al-Qur’an, Mbah Arwani sendiri adalah sosok yang sangat haus akan ilmu. Ini dibuktikan dengan perjalanan panjang beliau berkelana ke berbagai daerah untuk mondok, berguru kepada ulama. Tak kurang, 39 tahun umur beliau dihabiskan untuk mengarungi samudera ilmu.
Diantara pondok pesantren yang pernah disinggahinya adalah pondok Jamsaren (Solo) yang diasuh oleh Kyai Idris, Pondok Tebu Ireng yang diasuh oleh KH. Hasyim Asy’ari dan Pondok Munawir (Krapak) yang diasuh oleh Kyai Munawir. Selama menjadi santri, Mbah Arwani selalu disenangi para guru-guru dan teman-temannya karena kecerdasan dan kesopanannya. Bahkan, karena kesopanan dan kecerdasannya itu, KH. Hasyim Asy’ari sempat menawarinya akan dijadikan menantu. Namun, Mbah Arwani memohon izin kepada KH. Hasyim Asy’ari bermusyawarah dengan orang tuanya. Dan dengan sangat menyesal, orang tuanya tidak bisa menerima tawaran KH. Hasyim Asy’ari, karena kakek Mbah Arwani (KH. Imam Haramain) pernah berpesan agar ayahnya berbesanan dengan orang di sekitar Kudus saja. Akhirnya, Mbah Arwani menikah dengan Ibu Nyai Naqiyyul Khod pada 1935. Bu Naqi adalah puteri dari KH. Abdullah Sajad, yang sebenarnya masih ada hubungan keluarga dengan Mbah Arwani sendiri. Dari pernikahannya dengan Bu Naqi ini, Mbah Arwani diberi empat keturunan. Namun yang masih sampai sekarang tinggal dua, yaitu KH. M. Ulinnuha dan KH. M. Ulil Albab, yang menjadi penerus perjuangan Mbah Arwani mengasuh pondok Yanbu’ul Qur’an hingga sekarang.
Banyak Kyai telah lahir dari pondok yang dirintis Mbah Arwani, seperti KH. Sya’roni Ahmadi, KH. Hisyam, KH. Abdullah Salam (Kajen), KH. Muhammad Manshur, KH. Muharror Ali (Blora), KH. Najib Abdul Qodir (Jogja), KH. Nawawi (Bantul), KH. Marwan (Mranggen), KH. Ah. Hafidz (Mojokerto), KH. Abdullah Umar (Semarang), KH. Hasan Mangli (Magelang), adalah sedikit nama dari ribuan Kyai yang pernah belajar di pondok beliau.
Mbah Arwani wafat pada 1 Oktober 1994 M/25 Rabi’ul Akhir 1415 H dan dimakamkan di lingkungan kediamannya. Beliau meninggal dalam usia 92 tahun. Meski Mbah Arwani sudah tiada, nama Beliau sangat harum di hati masyarakat. Pondok Yanbu’ul Qur’an, Madrasah TBS, Kitab Faidlul Barakat dan berbagai kitab lain yang sempat ditashihnya, menjadi saksi perjuangan beliau dalam mengabdikan dirinya terhadap masyarakat, ilmu, dan Islam.
Kumpulan dari beberapa sumber