Home Silsilah Blog Lain-lain Lain-lain Buku-tamu Lain-lain

Pemuda dan Pemudi Teladan

Ditulis pada December 31, 2012 – 12:27 pm | oleh admin |

**Sang Pemuda**

Kecintaan Ali pada Rasulullah saw, dibalas dengan sangat manis oleh Rasulullah saw. Pada sebuah kesempatan Rasulullah saw menghadiahkan kepada Ali sebuah kalimat yang begitu melegenda, yaitu : “Ali, engkaulah saudaraku. Di dunia dan di akhirat…” Ali, merupakan pribadi yang istimewa. Ia marupakan remaja pertama di belahan bumi ini yang meyakini kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah saw. Konsekuensinya adalah, ia kemudian seperti tercerabut dari kegermerlapan dunia remaja. Disaat remaja lain berhura-hura. Ali sudah berkenalan dengan nilai nilai spiritual yang ditunjukkan oleh Rasulullah saw, baik melalui lisan maupun melalui tindak-tanduk beliau. “Aku selalu mengikutinya (Rasulullah saw) sebagaimana anak kecil selalu membuntuti ibunya. Setiap hari ia menunjukkan kepadaku akhlak yang mulia dan memerintahkanku untuk mengikuti jejaknya”, begitu kata Ali mengenang masa masa indah bersama Rasulullah saw tidak lama sesudah Rasulullah wafat.

Amirul mukminin Ali, tumbuh menjadi pemuda yang berdedikasi. Dalam berbagai forum serius yang dihadiri para tetua, Ali selalu ada mewakili kemudaan. Namun, muda tak berarti tak bijaksana. Banyak argumen dan kata kata Ali yang kemudian menjadi rujukan. Khalifah Umar bin Khatab bahkan pernah berkata, “Tanpa Ali, Umar sudah lama binasa”

Pengorbanannya menjadi buah bibir dalam sejarah Islam. Ali-lah yang bersedia tidur di ranjang Rasulullah saw, menggantikan dirinya, saat rumahnya sudah terkepung oleh puluhan pemuda terbaik utusan kaum kafir Quraisy yang hendak membunuhnya di pagi buta. Ali bertaruh nyawa. Dan hanya karena Allah saja semata, bila kemudian ia masih tetap selamat, begitu juga dengan Rasulullah yang saat itu ‘terpaksa’ hijrah ditemani Abu Bakar seorang.

Keperkasaan Ali tiada banding. Pada perang Badar, perang pertama yang paling berkesan bagi Rasulullah saw (Hingga sesudahnya, beliau memanggil para sahabat yang ikut berjuang dalam Badar dengan sebutan “Yaa…ahlul Badar…”), Ali menunjukkan siapa dirinya sesungguhnya. Dalam perang itu Ali berhasil menewaskan separo dari 70an pihak musuh yang terbunuh. Hari itu, bersama sepasukan malaikat yang turun dari langit, Ali mengamuk laksana badai gurun.

Perang Badar adalah perang spiritual. Di sinilah, para sahabat terdekat dan pertama-tama Rasulullah saw menunjukkan dedikasinya terhadap apa yang disebut dengan iman. Mulanya, jumlah lawan yang sepuluh kali lipat jumlahnya menggundahkan hati para sahabat. Tapi, do’a pamungkas Rasulullah saw menjadi penyelamat dari jiwa-jiwa yang gundah. Sebuah do’a, semirip ultimatum, yang sesudah itu tak pernah lagi diucapkan Rasulullah saw …”Ya Allah, disinilah sisa umat terbaikmu berkumpul … jika Engkau tak menurunkan bantuanmu, Islam takkan lagi tegak di muka bumi ini …”

**Sang Pemudi**

Bagi Fatimah, sosok Rasulullah saw, ayahnya, merupakan sosok yang paling dirindukannya. Walau hati sedih bukan kepalang, duka tidak berujung suka, begitu melihat wajah ayahnya, semua sedih dan duka akan sirna seketika. Bagi Fatimah, Rasulullah saw merupakan inspirator terbesar dalam hidupnya. Fatimah hidup dalam kesederhanaan karena Rasulullah saw menampakkan padanya hakikat kesederhanaan dan kebersahajaan. Fatimah belajar sabar, karena Rasulullah saw sudah menanamkan makna kesabaran melalui deraan dan fitnah yang diterimanya di sepanjang hidupnya. Dan Ali merasakan itu semua. Sebab Ali bin Abi Thalib tumbuh dan besar di tengah-tengah mereka berdua.

Maka, ketika Rasulullah saw mempercayakan Fatimah pada dirinya, sebagai belahan jiwanya, sebagai teman mengarungi kehidupan, maka ketika itulah hari paling bersejarah bagi dirinya. Karena sesunguhnya, Fatimah bagi Ali merupakan seperti bunda Khodijah bagi Muhammad saw. Sangatlah istimewa. Suka duka, yang lebih banyak dukanya mereka lewati bersama. Dua hari sesudah kelahiran Hasan, putra pertama mereka, Ali mesti berangkat pergi ke medan perang bersama Rasulullah. Ali tidak pernah benar-benar dapat mencurahkan seluruh cintanya untuk Fatimah juga anaknya. Ada mulut mulut umat yang menganga yang juga menanti cinta sang khalifah.

Mereka berdua hidup dalam kesederhanaan. Kesederhanaan yang sampai mengguncang langit. Penduduk langit bahkan sampai ikut menangis karenanya. Berhari-hari tak ada makanan di meja makan. Puasa tiga hari berturut turut sebab ketiadaan makanan pernah hinggap dalam kehidupan mereka. Tengoklah Ali, dia sedang menimba air di pojokkan sana, Setiap timba yang bisa angkat, dihargai dengan sebutir kurma. Hasan dan Husein bukan main riangnya mendapatkan sekerat kurma dari sang ayah.

Pun, demikian tidak pernah ada keluk kesah dari mulut mereka. Bahkan, mereka masih dapat bersedekah. Rasulullah saw … tak mampu menahan tangisnya … ketika mengetahui Fatimah memberikan satu-satunya benda berharga miliknya, seuntai kalung peninggalan sang bunda Khodijah, saat kedatangan pengemis yang meminta belas kasihan padanya. Rasulullah saw, yang perkasa itu, tak dapat menyembunyikan betapa air matanya menetes satu persatu … terutama mengingat bahwa kalung itu begitu khusus maknanya bagi dirinya … dan Fatimah rela melepasnya, demi menyelamatkan perut seorang pengemis yang lapar, yang bahkan tidak pula dikenalnya.

Dan lihatlah … langit tak diam. Mereka sudah menyusun rencana. Hingga, melalui tangan para sahabat, kalung itu akhirnya kembali ke Fatimah. Sang pengemis, budak belaian itu dapat pulang dalam keadaan kenyang, dan punya bekal pulang, menjadi hamba yang merdeka pula. Dan yang terpenting adalah kalung itu sudah kembali ke lehernya yang paling berhak … Fatimah. Namun, waktu terus berjalan. Cinta di dunia tidaklah pernah abadi. Sebab jasad terbatasi oleh usia. Mati …

Sepeninggal Rasulullah saw, Fatimah lebih sering berada dalam kesendirian. Fatimah bahkan sering sakit sakitan. Sebuah kondisi yang sebelumnya tidak pernah terjadi saat Rasulullah saw masih hidup. Fatimah seperti tak dapat menerima, mengapa kondisi umat begitu cepat berubah sepeninggal ayahnya. Fatimah merasa telah kehilangan sesuatu yang bernama cinta pada diri umat terhadap pemimpinnya. Dan Fatimah semakin menderita karenanya setiap kali ia terkenang pada sosok yang dirindukannya, Rasulullah saw.

Pada masa saat kekalutan tengah berada di puncaknya, Fatimah teringat pada sepenggal kalimat rahasia ayahnya. Pada detik-detik kematian Rasulullah saw …di tengah isak tangis Fatimah … Rasulullah saw membisikkan sesuatu pada Fatimah, yang dengan itu sudah berhasil membuat Fatimah tersenyum. Senyum yang tidak bisa terbaca. Pesan Rasulullah saw itu sangatlah rahasia, dia hanya dapat terkatakan nanti sesudah Rasulullah saw wafat atau saat Fatimah seperti sekarang ini…terbujur di pembaringan. Rasulullah saw berkata, “Sepeninggalku, … diantara bait-ku (keluargaku), engkaulah yang pertama-tama akan menyusulku …”

Salin-Edit dari FB :  Aslim.Akmal

 

comments

Komentar Akun Facebook

Pastikan anda login Facebook untuk isi komentar, jika proxy rumah/kantor di blokir utk facebook, komentar form tidak akan muncul.

Kata Pengantar

Assalamu'alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh

 Selamat datang di website keluarga besar KH. Imam Haromain - Kudus, https://www.haromain.org.
Semoga dengan adanya media dan forum di internet untuk silaturohmi dan diskusi akan menambah erat dan kenal dalam hubungan kekeluargaan kita semua. Amin.


Wassalamu'alaikum Warohmatulloh Wabarokatuh
Cari Berita :



  Facebook groups "Keluarga.Haromain"